Hukum Menggunakan Bitcoin Menurut Islam
22.38
Sebelum membahas mengenai hukum bitcoin, kita akan memahami hakekat dari bitcoin. Karena dengan memahami hakekat kasus yang menjadi objek kajian, kita bisa melakukan takyif fiqh (pendakatan fiqh) dalam memahami kasus tersebut.
Ada kaidah fiqh yang menyatakan,
Hukum terhadap suatu kasus, adalah turunan dari bagaimana seseorang melihatnya. (Majmu’ Fatawa, 6/295)
Dari sekian situs yang menjelaskan bitcoin, ada satu situs yang memberi penjelasan paling mudah dipahami sebagai berikut,
Bitcoin adalah sebuah mata uang digital yang tersebar dalam jaringan peer-to-peer yang tersebar di seluruh dunia. Jaringan ini memiliki sebuah buku akuntansi besar bernama Blockchain yang dapat diakses oleh publik, dimana didalamnya tercatat semua transaksi yang pernah dilakukan oleh seluruh pengguna Bitcoin, termasuk saldo yang dimiliki oleh tiap pengguna. (forumbitcoin.co.id)
* Peer to Peer adalah adalah suatu teknologi sharing resource dan service antara satu komputer dan komputer yang lain.
Sejauh mana jangkauan bitcoin?
Ada banyak bisnis dan individu yang menggunakan Bitcoin. Termasuk bisnis fisik di dunia nyata seperti restoran, apartemen, firma hukum, dan juga layanan online terkenal seperti Namecheap, WordPress, Reddit, dan Flattr. Meskipun Bitcoin termasuk fenomena baru, namun berkembang sangat pesat. Pada akhir Agustus 2013, nilai total semua bitcoin yang beredar melebihi 1,5 milyar dolar AS, dengan transaksi pertukaran bitcoin senilai jutaan dolar dilakukan setiap harinya. (bitcoin.org)
Dengan memperhatikan jangkauannya, bitcoin telah disepakati para pebisnis di dunia maya sebagai alat tukar. Dengan kata lain, bitcoin telah menjadi mata uang di dunia maya.
Batasan Mata Uang dalam Fiqh
Selanjutnya kita akan melihat, apakah bitcoin bisa disebut mata uang secara fiqh ataukah tidak?
Dalam hadis dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika emas dibarter dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum bur (gandum halus) ditukar dengan gandum bur, gandum syair (kasar) ditukar dengan gandum syair, korma ditukar dengan korma, garam dibarter dengan garam, maka takarannya harus sama dan tunai. Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai” (HR. Muslim 4147).
Dari keenam benda ribawi di atas, ulama sepakat, barang ribawi dibagi 2 kelompok:
[1] Kelompok 1: Emas dan Perak
[2] Kelompok 2: al-qut al-muddakhar (bahan makanan yang bisa disimpan), Bur, Sya’ir, Kurma, & Garam.
Kita lebih fokuskan melihat emas dan perak, karena ini yang ada kaitannya dengan mata uang.
Menurut mayoritas ulama, Maliki, Syafi’i dan Hambali, menegaskan bahwa alasan berlakunya riba pada emas dan perak karena keduanya berstatus sebagai alat tukar (tsamaniyah), dan sebagai alat ukur nilai harta benda lainnya (qawam al-Amwal). Dengan demikian, kegunaan emas dan perak (dinar dan dirham) terletak pada fungsi ini, tidak hanya pada nilai intrinsik bendanya. (al-Mughi, Ibnu Qudamah, 4/135; as-Syarhul Kabir, Ibnu Qudamah, 4/126).
Karena itu, diqiyaskan dengan emas dan perak, semua benda yang disepakati berlaku sebagai mata uang dan alat tukar. Meskipun bahannya bukan emas dan perak. Dalam Tarikh al-Baladziri disebutkan,
Bahwa Umar bin Khattab berkeinginan membuat uang dari kulit unta. Namun rencana ini diurungkan karena khawatir, onta akan punah. (Futuh al-Buldan, al-Baladziri)
Sekalipun keputusan ini tidak dilaksanakan, tapi kita bisa melihat bahwa para sahabat mengakui bolehnya memproduksi mata uang dengan bahan dari selain emas dan perak. Rencana ini dibatalkan, karena mengancam poopulasi onta. Bisa saja, ada orang yang menyembelih onta, hanya untk diambil kulitnya. Sementara dagingnya bisa jadi tidak dimanfaatkan. Andai bukan kebijakan masalah kelestarian onta, akan diterbitkan mata uang berbahan kulit onta.
Inilah yang menjadi dasar para ulama, bahwa mata uang tidak harus berbahan emas dan perak. Imam Malik pernah mengatakan,
Karena itu, Syaikhul Islam mengatakan,
Sebagian ulama berkata, “Uang adalah suatu benda yang disepakati oleh para penggunanya sebagai (alat tukar), sekalipun terbuat dari sepotong batu atau kayu”. (Majmu’ Fatawa, 19/251).
Kesimpulannya, hingga titik ini, penggunaan bitcoin secara hukum syariah dibolehkan, tidak ada sisi pelanggarannya, selama itu dimiliki secara legal dan bukan melalui pembajakan atau penipuan.
Dalam Fatawa Islam dinyatakan,
Mata uang elektronik adalah mata uang di dunia digital. Mata uang ini meskipun bentuknya tidak sama dengan mata uang lainnya, namun dilihat dari sisi nilai yang dipertanggungkan statusnya sama. Sehingga uang elektronik ini dihukumi sebagai ‘umlah (mata uang) yang bisa disimpan. (Fatawa Islam, no. 219328)
Fatwa bolehnya menggunakan bitcoin juga disampaikan lembaga Fatwa Syabakah Islamiyah – Qatar,
Di fatwa yang lain ditegaskan,
Siapa yang memiliki mata uang digital itu dengan cara yang disyariatkan (mubah), maka tidak masalah untuk dimanfaatkan, untuk keperluan yang mubah. (Fatawa Syabakah Islamiyah no. 251170)
Aturan Pembelian Bitcoin
Bitcoin statusnya mata uang. Karena itu, membeli bitcoin, hakekatnya menukar uang dengan uang. Orang yang membeli bitcoin dengan rupiah, hakekatnya dia menukar rupiah dengan bitcoin. Menurut informasi, saat ini, harga 1 bitcoin (BTC) = Rp 7.950.500; atau 1 BTC = $ 611.95;
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi aturan untuk transaksi uang dengan uang,
Jika emas dibarter dengan emas, perak ditukar dengan perak, kuantitasnya harus sama dan tunai… Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai. (HR. Muslim 4147)
Dalam hadis ini ada 2 aturan cara penukaran mata uang,
[1] Jika tukar menukar itu dilakukan untuk barang yang sejenis, wajib sama kuantitas dan tunai. Misalnya: emas dengan emas, rupiah dengan rupiah, qiyasnya BTC dengan BTC.
[2] Jika barter dilakukan antar barang yang berbeda, namun masih satu kelompok, syaratnya wajib tunai. Misal: Emas dengan perak, rupiah dengan dolar. Termasuk rupiah dengan BTC.
Karena itu, ketika ada orang yang beli bitcoin, atau jual bitcoin, di tempat transaksi keduanya harus ada. Uang ada, bitcoin ada. Tidak boleh ada yang tertunda. Jika tertunda, melanggar larangan riba nasiah. Begitu konsumen transfer rupiah, di saat yang sama penyedia bitcoin harus mengirim BTC untuknya.
Dalam Fatwa Syabakah Islamiyah, aturan ini disebutkan,
ولا بد في الصرف من التقابض، والتماثل عند اتحاد الجنس، والتقابض دون التماثل عند اختلاف الجنس، والقبض قد يكون حقيقيًا، وقد يكون حكميًا
Dalam transaksi mata uang, harus ada serah terima (taqabudh) dan sama kuantitas jika jenisnya sama. Dan disyaratkan harus taqabudh, meskipun boleh tidak sama kuantitas, jika beda jenis. Dan taqabudh bisa dilakukan secara haqiqi (ada uang, ada bitcoin yang bisa dipegang), bisa juga secara status (hukmi). (Fatawa Syabakah Islamiyah no. 251170)
Transaksi bitcoin, jika dilakukan sekali waktu ditempat, termasuk taqabudh secara hukmi.
Allahu a’lam.
Sumber : Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Ada kaidah fiqh yang menyatakan,
الحكم على الشيء فرع عن تصوره
Hukum terhadap suatu kasus, adalah turunan dari bagaimana seseorang melihatnya. (Majmu’ Fatawa, 6/295)
Dari sekian situs yang menjelaskan bitcoin, ada satu situs yang memberi penjelasan paling mudah dipahami sebagai berikut,
Bitcoin adalah sebuah mata uang digital yang tersebar dalam jaringan peer-to-peer yang tersebar di seluruh dunia. Jaringan ini memiliki sebuah buku akuntansi besar bernama Blockchain yang dapat diakses oleh publik, dimana didalamnya tercatat semua transaksi yang pernah dilakukan oleh seluruh pengguna Bitcoin, termasuk saldo yang dimiliki oleh tiap pengguna. (forumbitcoin.co.id)
* Peer to Peer adalah adalah suatu teknologi sharing resource dan service antara satu komputer dan komputer yang lain.
Sejauh mana jangkauan bitcoin?
Ada banyak bisnis dan individu yang menggunakan Bitcoin. Termasuk bisnis fisik di dunia nyata seperti restoran, apartemen, firma hukum, dan juga layanan online terkenal seperti Namecheap, WordPress, Reddit, dan Flattr. Meskipun Bitcoin termasuk fenomena baru, namun berkembang sangat pesat. Pada akhir Agustus 2013, nilai total semua bitcoin yang beredar melebihi 1,5 milyar dolar AS, dengan transaksi pertukaran bitcoin senilai jutaan dolar dilakukan setiap harinya. (bitcoin.org)
Dengan memperhatikan jangkauannya, bitcoin telah disepakati para pebisnis di dunia maya sebagai alat tukar. Dengan kata lain, bitcoin telah menjadi mata uang di dunia maya.
Batasan Mata Uang dalam Fiqh
Selanjutnya kita akan melihat, apakah bitcoin bisa disebut mata uang secara fiqh ataukah tidak?
Dalam hadis dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
“Jika emas dibarter dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum bur (gandum halus) ditukar dengan gandum bur, gandum syair (kasar) ditukar dengan gandum syair, korma ditukar dengan korma, garam dibarter dengan garam, maka takarannya harus sama dan tunai. Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai” (HR. Muslim 4147).
Dari keenam benda ribawi di atas, ulama sepakat, barang ribawi dibagi 2 kelompok:
[1] Kelompok 1: Emas dan Perak
[2] Kelompok 2: al-qut al-muddakhar (bahan makanan yang bisa disimpan), Bur, Sya’ir, Kurma, & Garam.
Kita lebih fokuskan melihat emas dan perak, karena ini yang ada kaitannya dengan mata uang.
Menurut mayoritas ulama, Maliki, Syafi’i dan Hambali, menegaskan bahwa alasan berlakunya riba pada emas dan perak karena keduanya berstatus sebagai alat tukar (tsamaniyah), dan sebagai alat ukur nilai harta benda lainnya (qawam al-Amwal). Dengan demikian, kegunaan emas dan perak (dinar dan dirham) terletak pada fungsi ini, tidak hanya pada nilai intrinsik bendanya. (al-Mughi, Ibnu Qudamah, 4/135; as-Syarhul Kabir, Ibnu Qudamah, 4/126).
Karena itu, diqiyaskan dengan emas dan perak, semua benda yang disepakati berlaku sebagai mata uang dan alat tukar. Meskipun bahannya bukan emas dan perak. Dalam Tarikh al-Baladziri disebutkan,
وقد همَ عمر بن الخطاب -رضي الله عنه- باتخاذ النقود من جلد البعير. وما منعه من ذلك إلا خشية على البعير من الانقراض
Bahwa Umar bin Khattab berkeinginan membuat uang dari kulit unta. Namun rencana ini diurungkan karena khawatir, onta akan punah. (Futuh al-Buldan, al-Baladziri)
Sekalipun keputusan ini tidak dilaksanakan, tapi kita bisa melihat bahwa para sahabat mengakui bolehnya memproduksi mata uang dengan bahan dari selain emas dan perak. Rencana ini dibatalkan, karena mengancam poopulasi onta. Bisa saja, ada orang yang menyembelih onta, hanya untk diambil kulitnya. Sementara dagingnya bisa jadi tidak dimanfaatkan. Andai bukan kebijakan masalah kelestarian onta, akan diterbitkan mata uang berbahan kulit onta.
Inilah yang menjadi dasar para ulama, bahwa mata uang tidak harus berbahan emas dan perak. Imam Malik pernah mengatakan,
لو أن الناس أجازوا بينهم الجلود حتى تكون لهم سكة وعين لكرهتها أن تباع بالذهب والورق نظرة
“Andaikan orang-orang membuat uang dari kulit dan dijadikan alat tukar oleh mereka, maka saya melarang uang kulit itu ditukar dengan emas dan perak dengan cara tidak tunai”. (Al-Mudawwanah Al-Kubra, 3/90).Karena itu, Syaikhul Islam mengatakan,
Sebagian ulama berkata, “Uang adalah suatu benda yang disepakati oleh para penggunanya sebagai (alat tukar), sekalipun terbuat dari sepotong batu atau kayu”. (Majmu’ Fatawa, 19/251).
Kesimpulannya, hingga titik ini, penggunaan bitcoin secara hukum syariah dibolehkan, tidak ada sisi pelanggarannya, selama itu dimiliki secara legal dan bukan melalui pembajakan atau penipuan.
Dalam Fatawa Islam dinyatakan,
النقود الإلكترونية هي نقود عادية متطورة ، وهي وإن كانت لا تتشابه معها في الشكل ، فإنها تتفق معها في المضمون. وهذه النقود الإلكترونية تأخذ حكم العملة التي تم تخزينها بها
Mata uang elektronik adalah mata uang di dunia digital. Mata uang ini meskipun bentuknya tidak sama dengan mata uang lainnya, namun dilihat dari sisi nilai yang dipertanggungkan statusnya sama. Sehingga uang elektronik ini dihukumi sebagai ‘umlah (mata uang) yang bisa disimpan. (Fatawa Islam, no. 219328)
Fatwa bolehnya menggunakan bitcoin juga disampaikan lembaga Fatwa Syabakah Islamiyah – Qatar,
فالعملة الرقمية، أو النقود الإكترونية عملات في شكل إلكتروني غير الشكل الورقي، أو المعدني المعتاد. وعلى ذلك فشراؤها بعملة مختلفة معها في الجنس أو متفقة يعد صرفًا
Mata uang elektronik adalah mata uang dalam bentuk digital, tidak seperti mata uang kertas atau mata uang berbahan logam tambang, seperti yang umumnya beredar. Karena itu, membeli mata uang digital dengan mata uang lain yang berbeda, termasuk transaksi sharf (transaksi mata uang). (Fatawa Syabakah Islamiyah no. 191641)Di fatwa yang lain ditegaskan,
فمن ملك شيئًا من تلك النقود الإلكترونية بوسيلة مشروعة، فلا حرج عليه في الانتفاع بها فيما هو مباح
Siapa yang memiliki mata uang digital itu dengan cara yang disyariatkan (mubah), maka tidak masalah untuk dimanfaatkan, untuk keperluan yang mubah. (Fatawa Syabakah Islamiyah no. 251170)
Aturan Pembelian Bitcoin
Bitcoin statusnya mata uang. Karena itu, membeli bitcoin, hakekatnya menukar uang dengan uang. Orang yang membeli bitcoin dengan rupiah, hakekatnya dia menukar rupiah dengan bitcoin. Menurut informasi, saat ini, harga 1 bitcoin (BTC) = Rp 7.950.500; atau 1 BTC = $ 611.95;
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi aturan untuk transaksi uang dengan uang,
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ … مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ…فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
Jika emas dibarter dengan emas, perak ditukar dengan perak, kuantitasnya harus sama dan tunai… Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai. (HR. Muslim 4147)
Dalam hadis ini ada 2 aturan cara penukaran mata uang,
[1] Jika tukar menukar itu dilakukan untuk barang yang sejenis, wajib sama kuantitas dan tunai. Misalnya: emas dengan emas, rupiah dengan rupiah, qiyasnya BTC dengan BTC.
[2] Jika barter dilakukan antar barang yang berbeda, namun masih satu kelompok, syaratnya wajib tunai. Misal: Emas dengan perak, rupiah dengan dolar. Termasuk rupiah dengan BTC.
Karena itu, ketika ada orang yang beli bitcoin, atau jual bitcoin, di tempat transaksi keduanya harus ada. Uang ada, bitcoin ada. Tidak boleh ada yang tertunda. Jika tertunda, melanggar larangan riba nasiah. Begitu konsumen transfer rupiah, di saat yang sama penyedia bitcoin harus mengirim BTC untuknya.
Dalam Fatwa Syabakah Islamiyah, aturan ini disebutkan,
ولا بد في الصرف من التقابض، والتماثل عند اتحاد الجنس، والتقابض دون التماثل عند اختلاف الجنس، والقبض قد يكون حقيقيًا، وقد يكون حكميًا
Dalam transaksi mata uang, harus ada serah terima (taqabudh) dan sama kuantitas jika jenisnya sama. Dan disyaratkan harus taqabudh, meskipun boleh tidak sama kuantitas, jika beda jenis. Dan taqabudh bisa dilakukan secara haqiqi (ada uang, ada bitcoin yang bisa dipegang), bisa juga secara status (hukmi). (Fatawa Syabakah Islamiyah no. 251170)
Transaksi bitcoin, jika dilakukan sekali waktu ditempat, termasuk taqabudh secara hukmi.
Jadi Kesimpulannya, penggunaan bitcoin secara hukum syariah dibolehkan, tidak ada sisi pelanggarannya, selama itu dimiliki secara legal dan bukan melalui pembajakan atau penipuan.
Allahu a’lam.
Sumber : Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)